Saturday, July 7, 2012

Zakat Fitrah dan Zakat Mal


BAB I
TATA CARA MELAKSANAKAN ZAKAT FITRAH
DAN ZAKAT MAL

A.       Zakat Fitrah
1.        Pengertian Zakat Fitrah
Term zakat fitrah berasal dari bahasa Arab, dan kini telah menjadi bagian dari kosa kata yang berkembang dalam kultur komunikasi bangas Indonesia, khususnya di kalangan umat Islam, karena zakat fitrah hanya ada dalam sistem peribadatan Islam sebagai perwujudan dari ajaran syari’ah yang mereka anut.  Dilihat dari segi kebahasaan, kata zakat fitrah bermakna, membersihkan jiwa atau diri dengan cara mengeluarkan harta dan diberikan pada mereka yang sangat memerlukan harta tersebut.
Sedang menurut istilah dalam syari’ah Islam, zakat fitrah adalah mengelurakan beras atau bahan makanan pokok sebesar + 2,5 kg, atau nilainya yang sepadan dengan jumlah tersebut, dan didistribusikan kepada mereka yang memerlukannya, untuk membersihkan diri atau jiwa yang mengeluarkannya.

Pensyari’atan zakat fitrah yang merupakan sarana pembersihan jiwa atau diri bagi yang puasa relevan dengan paradigma Islam tentang hak pemakaian dan konsumsi terhadap sesuatu hasil usaha dari karunia Allah, yang tertuang dalam surah al-Dzariyat ayat ke-19 yang berbunyi:
وَفِى أَمْوَالِهِمْ حَقٌّ لِّلسَّآئِلِ وَالْمَحْرُوْمِ
Artinya : “Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bagian.”

2.        Dasar Hukum Zakat Fitrah
Kewajiban zakat fitrah dikemukakan oleh Rasulullah melalui beberapa haditsnya, antara lain yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas yang berbunyi:
عَنِ ابْنِ عُمَرَ ر.ع. قَالَ، فَرَضَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ زَكَاةَ الْفِطْرِ مِنْ رَمَضَانَ عَلَى النَّاسِ صَاعًا مِنْ تَمَرٍ، أَوْ صَاعًا مِنْ شَعِيْرٍ عَلَى كُلِّ حُرٍّ أَوْ عَبْدٍ، ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى مِنَ الْمُسْلِمِيْنَ (رواه الجماعة)
Artinya:   Dari Ibnu Umar ra. dia berkata, bahwa Rasulullah saw. telah mewajibkan zakat fitrah pada bulan ramadhan kepada semua manusia yang beragama Islam, baik orang meredeka maupun budak, laki-laki atau perempuan, dengan mengeluarkan 1 sha’ kurma atau 1 sha’ gandum.  (H.R. al-Jama’ah)
Melalui haditsnya ini Rasulullah menyatakan langsung bahwa zakat fitrah merupakan suatu kewajiban, yakni perbuatan wajib yang harus dipenuhi setiap muslim.  Jika mengabaikannya mereka terancam dengan dosa.

3.        Kriteria yang Wajib Mengeluarkan Zakat Fitrah
Para ulama Hanafiyah mengidentikkan kewajiban membayar zakat fitrah dengan zakat harta, yakni yang wajib membayar zakat fitrah itu adalah mereka yang mempunyai penghasilan atau simpanan harta mencapai minimal senisab.  Mereka berargumentasi dengan hasits Nabi saw. yang berbunyi:
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ ر.ع, قَالَ، قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، لاَصَدَقةَ إِلاَّ عَنْ ظَهْرِ غَنِيٍّ (رواه أحمد)
Artinya: "Dari Abu Hurairah ra. dia berkata, bahwa Rasulullah saw. bersabda, tidak ada kewajiban membayar shadaqah (zakat) kecuali dari orang kaya."  (H.R. Ahmad)
Para ulama Hanafiah berpegang pada suatu prinsip stratifikasi ekonomi menurut syari’ah Islam, yang hanya membagi pada dua kategori, yaitu strata miskin dan strata kaya.  Indikator kaya adalah nishab wajib zakat.  Sedang orang miskin adalah yang memiliki asset kekayaan di bawah ukuran nishab.  Dan hadits di atas diterjemahkan oleh mereka untuk kedua jenis zakat, yakni zakat harta dan penghasilan dengan zakat fitrah.  Oleh sebab itu, menurut mereka, yang wajib membayar zakat fitrah adalah mereka yang mempunyai penghasilan atau asset kekayaan senishab, sama dengan kewajiban zakat harta.
Sesuai dengan hadits Ibnu Umar dan hadits Abu Hurairah ini, mereka menyimpulkan bahwa kriteria wajib zakat fitrah itu ada tiga, yaitu:
1)       Beragama Islam
2)       Orang merdeka
3)       Memiliki kekayaan mencapai ukuran nishab wajib zakat.
Kriteria-kriteria di atas adalah untuk melihat subyek hukum yang harus memenuhi kewajiban zakat fitrah tersebut.  Dan dia sendiri dibebani untuk membayarkan semua orang yang berada di bawah tanggungan nafaqahnya, termasuk anak dan budak atau hamba sahaya kalau di memilikinya.  Bahkan dia wajib membayarkan fitrah untuk cucu dari anak laki-lakinya, karena termasuk dalam tanggung jawab perwaliannya jika ayahnya tidak ada, dan mereka sendiri tidak memiliki kekayaan yang cukup untuk itu.
Akan tetapi, seseorang tidak diwajibkan untuk membayarkan zakat fitrah untuk ayah dan ibunya, walaupun keduanya tinggal serumah dalam keluarganya, karena keduanya tidak berada dalam jalur perwaliannya, demikian pula utnuk anak-anaknya yang sudah besar (dewasa) yang harus sudah mandiri dalam kehidupannya.  Kemudian mereka juga tidak diwajibkan membayarkan zakat fitrah untuk saudara perempuannya serta kerabatnya yang lain, sejauh belum masuk dalam perwaliannya, walaupun tinggal serumah dengannya.  Akan tetapi, sebaiknya dia membayarkan seluruh anggota keluarga tersebut, sebagai suatu perbuatan baik, dan dalam rangka melakukan yang terbaik dalam syari’ah Islam (istihsan).

4.        Waktu Pembayaran Zakat Fitrah
Jumhur ulama fiqh, termasuk para ulama Hanafiah, berpendapat bahwa zakat fitrah itu diwajibkan saat telah terbenam matahari  di hari terakhir bulan ramadhan, yakni di awal malam i’ed al-fitri, yakni bahwa zakat fitrah itu baru wajib untuk dibayar setelah datang malam i’ed.  Namun mereka juga membenarkan pembayaran yang lebih awal dari itu.  Bahkan Imam al-Syafi’i membenarkan pembayaran zakat fitrah sejak awal ramadhan, karena menurutnya, ilat wajib zakat firah itu adalah puasa ramadhan dan hari lebaran.  Oleh sebab itu, menurutnya waktu-waktu antara awal ramadhan sampai malam i’ed adalah waktu untuk membayar zakat fitrah.  Namun menurutnya kewajiban pembayaran baru tiba malam ied.  Sementara Malikiyah dan Hanabilah membatasi sekitar dua atau satu hari menjelang i’ed al-Fitri, karena kalau diberikan sejak awal ramadhan, pemberian zakat tersebut tidak akan mendukung terhadap keperluan mereka di hari raya sebagai hari yang pantas dilalui dengan kegembiraan sebagai hari kemenangan.  Oleh sebab itu, sebaiknya zakat fitrah itu diberikan menjelang i’ed al-fitri agar beras atau uang yang mereka terima dapat dimanfaatkan untuk keperluan hari raya, sehingga mereka pun dapat bergembira sebagaimana yang lainnya, dan tidak menghadapi kesukaran-kesukaran hidup pada hari kemenangan tersebut.

B.       Zakat Harta
1.        Pengertian dan Kedudukan Hukum Zakat Harta
Sebagaimana pada zakat fitriah, pada zakat harta term zakat juga bermakna membersihkan.  Hanya saja yang dibersihkan dalam zakat harta adalah hartanya itu sendiri, bukan jiwa atau diri orang yang memiliki harta seperti dalam zakat fitrah.  Dengan demikian, zakat harta adalah mengeluarkan sebagaian dari harta simpanan, hasil usaha pertanian atau peternakan atau hasil usaha jasa profesi, untuk membersihkan akumulasi harta itu dari hak orang lain yang terdapat di dalamnya, dan didistribusikan kepada mereka yang berhak menerimanya.
Zakat merupakan salah satu perbuatan ibadah semata yang Allah tetapkan untuk umat Islam, yakni suatu peribadatan melalui harta dan kekayaan mereka, karena pemberian harta atau sesuatu kekayaan milik seseorang kepada orang lain melalui sistem pemberian zakat, tidak ada unsur kepentingan jasa seperti dalam jual beli, dan juga tidak ada unsur pembinaan kekuatan ekonomi keluarga dan kerabat seperti waris, hibah, wasiat, dan wakaf.  Tapi zakat merupakan pemberian harta semata-mata sebagai wujud ketaatan terhadap perintah Allah.  Oleh sebab itu perintah zakat dalam al-Qur’an sering disampaikan bersamaan dengan perintah salat.  Menurut catatan Sayyid Sabiq (penulis Fiqh Sunah), penggandengan perintah salat dengan zakat dalam al-Qur’an ditemukan +                     82 kali.  Hal ini menunjukkan bahwa zakat adalah ibadah mahdhah, bukan ibadah sosial, hanya saja perbuatan ibadatnya dilakukan melalui harta kekayaan (ibadah maliyah), bukan dalam bentuk peragaan (ibadah badaniyah) seperti shalat, atau menahan diri dari berbagai nafsu biologis seperti puasa.

2.        Syarat-syarat Wajib Zakat Harta
Pembayaran zakat atas harta itu diwajibkan jika memenuhi beberapa persyaratan sebagai berikut.
1)       Pemilik harta itu seorang muslim yang merdeka, yakni dia itu bukan seorang hamba sahaya, karena hamba sahaya secara hukum tidak bisa memiliki apa-apa, bahkan dirinya sendiri adalah milik orang lain.
2)       Baliqh dan berakal; yakni bahwa zakat itu diwajibkan bagi setiap orang yang memiliki harta kekayaan atau penghasilan mencapai nisab, dan sudah memasuki usia baliqh dalam keadaan sehat tidak terganggu kesehatan jiwanya.
3)       Harta tersebut termasuk dari jenis-jenis harta yang wajib dizakati, yakni emas dan perak (sebagai harta simpanan), uang simpanan (deposito, tabungan dan yang sebangsanya), hasil tambang, barang temuan, harta perdagangan, hasil pertanian, dan binatang ternak.  Semua harta tersebut termasuk harta berkembang.
4)       Mencapai nisab; yakni harta dan penghasilan yang wajib dizakati adalah yang mencapai ukuran nisab, karena zakat harta itu diwajibkan pada orang mampu, dan ukuran tingkat kekayaan seseorang adalah nisab.  Oleh sebab itu, harta yang tidak mencapai ukuran nisab, tidak wajib dizakati.
5)       Telah mencapai usia satu tahun pemilikan (haul); yakni bahwa harta yang wajib dizakati itu adalah yang telah sempurna satu tahun dalam kepemilikannya dan dalam jumlah nisabnya.

3.        Prosedur Pelaksanaan Pembayaran Zakat
Zakat merupakan salah satu perbuatan ibadah semata, dan setiap peribadatan dapat dikategorikan sebagai perbuatan ibadah jika diniatkan untuk beribadah kepada Allah, yang dapat dilihat dari niat yang menyertai perbuatan tersebut.
Waktu pembayaran zakat harta adalah sepanjang tahun, dan tidak dibatasi di bulan ramadhan saja.  Ketentuan waktu pembayarannya adalah saat telah genap setahun pemilikan dalam jumlah nishab untuk harta simpanan, harta perdagangan serta binatang ternak, dan waktu menarik hasil (panen) untuk hasil pertanian.  Serta waktu memperoleh hasil untuk produk pertambangan dan barang temuan.  Memperlambat pembayaran dari aturan-aturan waktu tersebut, merupakan kelalaian terhadap suatu perbuatan wajib.  Dan melalaikan perbuatan wajib termasuk perbuatan dosa.


BAB II
PENUTUP

Simpulan
Secara semantik zakat fitrah bermakna membersihkan jiwa, yakni membersihkan jiwa dari hak-hak orang lain yang sempat terkonsumsi olehnya, karena tidak terkeluarkan lewat zakat atau shadaqah.  Sedang menurut istilah adalah mengeluarkan beras atau bahan makanan pokok sebesar + 2,5 kg, atau nilainya yang sepadan dengan jumlah tersebut, dan didistribusikan kepada mereka yang memerlukannya, untuk membersihkan diri atau jiwa yang mengeluarkannya.
Zakat fitrah merupakan suatu kewajiban syar’i bagi mereka yang terkena kewajiban tersebut, yakni yang memiliki kelebihan harta setelah diperkirakan berbagai keperluan untuk memenuhi kebutuhan perayaan i’ed al-fitri.  Mereka yang wajib mengeluarkan zakat fitrah itu adalah muslim, laki-laki dan perempuan, anak kecil atau orang dewasa, yang memiliki kelebihan untuk keperluan konsumsi lebaran keluarganya, baik kepentingan konsumsi makan, membeli pakaian, insentif pembantu rumah tangga, maupun untuk keperluan kunjungan keluarga yang lazim dilakukan umat Islam Indonesia.
Adapun waktu pembayarannya menurut Jumhur ulama fiqh, termasuk para ulama Hanafiah, adalah saat telah terbenam matahari di hari terakhir bulan ramadhan, yakni di awal malam i’ed al-fitri.  Namun mereka juga membenarkan pembayaran yang lebih awal dari itu.  Bahkan Imam al-Syafi’i membenarkan pembayaran zakat fitrah sejak awal ramadhan, karena menurutnya, ilat wajib zakat fitrah itu adalah puasa ramadhan dan hari lebaran, sedang alat pembayarannya adalah makanan pokok, yakni beras untuk bangsa Indonesia.  Akan tetapi para ulama Hanafiah membolehkan mengganti alat pembayarannya itu dengan uang, karena menurut mereka, zakat fitrah itu untuk membantu faqir miskin, dan kebutuhan faqir miskin itu tidak hanya memerlukan beras, tapi juga yang lainnya yang dapat diperoleh dengan uang yang dimilikinya dengan zakat tersebut.
Zakat harta adalah mengeluarkan sebagian dari harta simpanan, hasil usaha pertanian atau peternakan atau hasil usaha jasa profesi, untuk membersihkan akumulasi harta itu dari hak orang lain yang terdapat di dalamnya, dan didistribusikan kepada mereka yang berhak menerimanya.  Kedudukan hukum dari zakat harta adalah fardhu ‘ain bagi mereka yang telah memenuhi syarat-syarat kewajiban pembayaran zakat tersebut.
Orang yang melalaikan kewajiban tersebut ada kemungkinan menjadi fasiq dan ada pula kemungkinan dia menjadi kafir.  Seseorang menjadi fasiq, jika dia melalaikan kewajiban pembayaran zakat dengan tetap menyadari bahwa zakat itu wajib, hanya saja dia melalaikannya.  Akan tetapi, jika dia itu juga mengingkari kewajiban zakatnya itu, maka dia menjadi kufur, karena menolak salah satu aturan syari’ah.

1 comment:

  1. pembahasan mengenai zakat fitrah dan zakat mal di bakri-blog.blogspot.co.id sangat membantu, saya suka artikelnya. terimakasih.

    ReplyDelete