BAB I
PENDAHULUAN
Salah
satu keistimewaan syariat dan hukum Islam adalah ia ditetapkan oleh Allah pada
kondisi-kondisi yang tepat dengan mempertimbangkan kebutuhan-kebutuhan dan
maslahat-maslahat manusia.
Wudhu,
sebagaimana kita ketahui, merupakan syarat untuk melakukan Shalat. Tetapi umat Islam kerap berada di
tempat-tempat tertentu yang tidak memungkinkan mereka untuk mendapatkan
air. Karena itu, Allah mewahyukan
aturan-aturan tayamum bagi kepentingan umat Islam sendiri serta sebagai bentuk
rahmat dan kasih sayang-Nya agar mereka dapat melaksanakan salah satu syiar
Islam terbesar, yaitu shalat.
Begitu
pula dengan istinja, cara dan adab buang air telah ditetapkan oleh Islam
sebagai tuntunan dan pedoman bagi umat Islam sehingga terdapat keseragaman
dalam pelaksanaannya. Dengan demikian
dapat dijadikan patokan (standar) siapa yang taat dan siapa yang tidak taat,
siapa yang beradab dan siapa yang tidak beradab, siapa yang pandai bersyukur
dan siapa yang tidak bersukur.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
dan Dasar Hukum Tayamum
1.
Pengertian
Tayamum
Tayamum
menurut bahasa artinya sama dengan “al-qashdu” yaitu “menyengaja” atau
“menuju”. Menurut istilah syariat Islam,
tayamum ialah mengusap muka dan dua tangan sampai siku dengan debu yang suci
dan dengan niat agar dapat mengerjakan shalat atau ibadah-ibadah lainnya. Ada pula yang mendefinisikan, tayamum ialah
menyapukan debu tanah yang suci ke muka dan kedua tangan sampai siku menurut
syarat-syarat dan rukun-rukun tertentu.
2.
Dasar Hukum
Tayamum
Tayamum
secara tegas disyari’atkan berdasarkan Al-Qur’an, hadis dan ijma’. Al-Qur’an surah An-Nisa ayat 43 yang artinya:
“…
dan jika kamu sakit atau sedang dalam keadaan musafir (perjalanan) atau datang
dari tempat buang air, atau kamu telah menyentuh perempuan, kemudian kamu tidak
mendapatkan air, maka bertayamumlah kamu dengan tanah yang baik (suci), sapulah
mukamu dan tanganmu. Sesungguhnya Allah
Maha Pemaaf dan Maha Pengampun.
(An-Nisa:43)
Demikian
juga surah Al-Ma’idah ayat 6 mengatakan yang bunyinya persis seperti dalam
An-Nisa ayat 43.
Sabda
Rasulullah saw yang diriwayatkan dari Imran bin Husein ra., ia berkata:
“Kami
berada dalam perjalanan bersama Rasulullah saw. kemudian beliau shalat bersama orang banyak, tiba-tiba
ada seorang laki-laki memencilkan diri, maka beliau bertanya: Mengapa engkau
tidak shalat? Laki-laki itu menjawab:
Saya dalam keadaan janabat (berhadas besar) dan air tidak ada. Sabda beliau: Pakailah tanah (untuk tayamum),
yang demikian itu cukup bagimu. (HR.
Bukhari dan Muslim)
Adapun
ijma’ para ulama telah sepakat bahwa tayamum itu disyari’atkan sebagai ganti
wudhu dan mandi dalam hal-hal tertentu.
B.
Sebab,
Syarat dan Rukun Tayamum
1.
Sebab-sebab
Tayamum
a.
Karena sakit,
dan kalau menggunakan air, sakitnya akan bertambah.
b.
Karena dalam
perjalanan (musafir) yang dalam perjalanan itu sulit didapati air.
c.
Karena tidak
ada air, atau ada air tetapi tidak cukup untuk bersuci.
2.
Syarat-syarat
Tayamum
a.
Sudah masuk
waktu shalat. Tayamum disyari’atkan
untuk orang yang dalam keadaan darurat mengerjakan shalat. Sebelum masuk waktu shalat ia belum darurut,
sebaba ketika itu shalat belum wajib baginya.
b.
Sudah
diusahakan mencari air tetapi tidak dapat, sedangkan waktu shalat sudah
masuk. Alasannya adalah ayat yang
disebutkan di atas (“…kemudian kamu tidak mendapatkan air, maka tayamumlah…”).
c.
Dengan tanah
suci dan berdebu. Menurut pendapat Imam
Syafi’i, tidak sah tayamum melainkan dengan tanah. Menurut pendapat imam yang lain, boleh (sah)
tayamum dengan tanah, pasir atau batu.
Dalil pendapat yang kedua ini adalah berdasarkan sabda Rasulullah saw.: “Telah dijadikan bagiku bumi yang baik,
menyucikan dan tempat sujud.” (sepakat
ahli hadis)
d.
Menghilangkan
najis; yakni sebelum melakukan tayamum hendaklah ia bersih dari najis, menurut
sebagian ulama, tetapi menurut pendapat lain, tidak perlu.
3.
Rukun Tayamum
a.
Niat
b.
Menyapu muka
dengan tanah
c.
Menyapu kedua
tangan sampai ke siku dengan tanah
d.
Menertibkan
rukun-rukun. Artinya, mendahulukan
menyapu muka daripada tangan.
4.
Sunnat Tayamum
a.
Membaca
basmalah
b.
Menghadap
kiblat
c.
Mendahulukan
yang kanan dari yang kiri
d.
Menepiskan debu
yang menempel di tangan
e.
Melakukannya
dengan berturut-turut (berurutan).
C.
Yang
Membatalkan Tayamum
Hal-hal
yang membatalkan tayamum ada 3 yaitu:
1.
Segala sesuatu
yang membatalkan wudhu.
2.
Melihat/menemukan
air sebelum melaksanakan shalat (bagi yang bisa memakai air).
3.
Murtad (keluar
dari agama Islam)
Kekuatan
hukum tayamum sama dengan wudhu, karena itu satu kali tayamum boleh digunakan
untuk beberapa kali shalat fardhu dan shalat sunat bagi orang yang bertayamum
karena tidak dapat menggunakan air.
Sebagian ulama ada yang berpendapat bahwa satu kali tayamum hanya sah
buat satu kali shalat fardhu dan beberapa shalat sunat.
D.
Istinja
1.
Pengertian
Istinja
Istinja’
menurut bahasa artinya selamat, bebas, terlepas. Menurut istilah syari’at Islam ialah
membersihkan kedua pintu alat vital menusia yaitu dubur dan qubul (anus dan
penis) dari kotoran dan cairan (selain mani) yang keluar dari keduanya. Atau istinja’ ialah bersuci sesudah buang air
besar atau buang air kecil dengan menggunakan air sebagai pembersihnya.
2.
Hukum Istinja’
Istinja’
(bersuci sesudah buang air besar atau buang air kecil) hukumnya wajib;
berdasarkan sabda Rasulullah saw.:
Bahwasanya
Nabi saw melewati dua kuburan, kemudian beliau bersabda: Sesungguhnya kedua belah orang yang berada di
dalam kubur ini sedang disiksa. Salah
seorang dari keduanya disiksa karena tidak membersihkan kencingnya. (HR. Bukhari dan Muslim)
3.
Alat-alat yang
Digunakan untuk Beristinja’
Alat-alat
yang dapat digunakan untuk beristinja’ selain air adalah batu dan benda-benda
padat lainnya yang suci dan mempunyai daya serap (seperti kayu, kertas, dan
tembikar) serta tidak termasuk benda-benda yang dihormati (seperti makanan dan
sayuran).
4.
Cara
Beristinja’
Cara
beristinja’dapat dilakukan dengan salah satu dari tiga cara, yaitu:
a.
Istinja’ dengan
air. Caranya: setelah selesai buang air
(baik buang air besar atau buang air kecil), tempat keluarnya kotoran yakni
dubur atau qubul dibasuh dengan air beberapa kali sehingga dubur dan qubul itu
telah bersih sama sekali dari kotoran dan cairan.
b.
Istinja’ dengan
batu atau benda lain yang sejenis.
Caranya: setelah buang air (baik buang air besar ataupun buang air
kecil), dubur atau qubul diusap dengan batu sekurang-kurangnya tiga kali)
hingga benar-benar bersih.
c.
Istinja’ dengan
batu, kemudian disusul dengan air.
Caranya: setelah selesai buang air besar atau buang air kecil, dubur
atau qubur mula-mula diusap dulu dengan batu kemudian dibasuh dengan air sampai
bersih.
Ketiga
cara tersebut di atas merupakan pilihan yang mana saja boleh dilakukan sesuai
dengan keadaan dan tersedianya alat-alat istinja’ itu.
E.
Etika
dalam Beristinja’
Jika
kita akan beristinja’ hendaklah masuk ke dalam wc/jamban dengan mendahulukan
kaki kiri seraya membaca:
“Bismillahi
Allahumma inni a’uzubika minal khubutsi wal khobaits.” Yang artinya: dengan
nama-Mu ya Allah, aku berlindung kepada Engkau daripada kejahatan (kotoran) dan
segala yang kotor.
Jika
kita membasuh (beristinja) maka kita baca:
“Allahumma
hassin farji minal fawahisyi wathahhir qalbi mnan nifaqi.” Yang artinya:
ya Allah, peliharalah kemaluanku (farji) dari segala kekejian
(kejahatan) dan sucikanlah hatiku daripada (perbuatan) munafik.
Kemudian
jika kita keluar dari wc/jamban hendaknya mendahulukan kaki yang kanan seraya
mengucapkan:
“Alhamdu
lillahilladzi adzhaba ‘annil adza wa’afaani.”
Artinya: segala puji hanya bagi
Allah yang telah menghilangkan dariku penyakit, dan menyehatkanku.
Adab
(tata kesopanan) buang air adalah sebagai berikut:
1.
Mendahulukan
kaki kiri ketika masuk wc/kakus/jamban sambil berdo’a.
2.
Memakai alas
kaki (sepatu, sandal, dan sejenis).
3.
Selama berada
di wc/kakus/jamban janganlah berbicara/bercakap-cakap, terutama membaca zikir
dengan suara nyaring, menjawab salam dan menyahut azan.
4.
Jangan buang
air di tempat yang terbuka.
5.
Jangan buang
air di air tenang (tidak mengalir).
6.
Buang air
hendaknya jauh dari orang lain.
7.
Jangan buang
air di lubang-lubang tanah.
8.
Jangan buang
air di jalan-jalan umum atau di tempat orang yang berlindung (berteduh).
9.
Jangan buang
air di bawah pohon yang sedang berbuah.
10.
Jangan buang
air kecil sambil berdiri, kecuali dalam keadaan sangat terpaksa.
11.
Pada waktu
buang air di tanah lapang janganlah menghadap kiblat atau membelakanginya,
kecuali dalam bangunan tertetun seperti wc/kakus/jamban.
12.
Jangan
membersihkan kotoran (bercebok) dengan tangan kanan.
13.
Setelah selesai
buang air hendaklah berdo’a.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Tayamum
menurut istilah syariat Islam ialah mengusap muka dan dua tangan sampai siku
dengan debu yang suci dan dengan niat agar dapat mengerjakan shalat atau
ibadah-ibadah lainnya.
Tayamum
adalah pengganti wudhu atau mandi, sebagai keringanan untuk orang yang tidak
dapat memakai air karena beberapa halangan.
Syarat tayamum yaitu: sudah masuk waktu shalat, sudah diusahakan mencari
air tetapi tidak dapat, dengan tanah suci dan berdebu, dan menghilangkan najis
atau bersih dari najis. Rukun tayamum
juga ada 4 yaitu: niat, menyapu muka dengan tanah, menyapu kedua tangan sampai
ke siku dengan tanah, dan menertibkan rukun-rukun.
Sedangkan
hal-hal yang membatalkan tayamum yaitu: segala sesuatu yang membatalkan wudhu,
melihat/menemukan air sebelum melaksanakan shalat, dan murtad.
Istinja
menurut istilah syari’at Islam ialah membersihkan kedua pintu alat vital
manusia yaitu dubur dan qubul (anus dan penis) dari kotoran dan cairan (selain
mani) yang keluar dari keduanya. Atau
bersuci sesudah buang air besar atau buang air kecil dengan menggunakan air
sebagai alat pembersihnya.
Hukum
beristinja’ adalah wajib. Alat-alat yang
digunakan untuk beristinja’ selain air adalah batu dan benda padat lain (kayu,
kertas, dan tembikar). Cara beristinja’
yang pertama dengan air, yang kedua dengan batu atau benda lain yang sejenis,
yang ketiga dengan batu kemudian dengan air.
Adab
kesopanan buang air (hal-hal yang dianjurkan untuk dikerjakan) adalah
mendahulukan kaki kiri ketika masuk wc/kakus/jamban, mendahulukan kaki kanan
ketika keluarnya, membaca doa ketika masuk dan keluar wc/kakus/jamban, memakai
alas kaki ketika buang air, buang air jauh dari orang lain dan membaca doa
sehabis buang air. Sedangkan hal-hal
yang dilarang adalah berbicara/bercakap-cakap, membaca zikir, menjawab salam,
menyahuti azan selama berada di wc/kakus/jamban, buang air di tempat terbuka,
di air yang tenang, di lubang tanah, di jalan-jalan umum, di tempat orang
berlindung (berteduh dan di bawah pohon yang sedang berbuah), buang air sambil
berdiri menghadap kiblat atau membelakanginya ketika buang air di tanah lapang,
dan membersihkan dengan tangan kanan.
B.
Saran
Tayamum
dan istinja’ merupakan bagian dari bersuci, karena untuk bisa melaksanakan
shalat kita harus dalam keadaan suci baik dari hadas besar maupun kecil. Tata cara bersuci, apakah itu beristinja’,
wudhu atau tayamum dan mandi telah diatur oleh Islam. Kesemua itu harus diamalkan dan dipraktekkan
secara rutin dalam kehidupan sehari-hari yang niscaya akan memberi dampak
positif bagi terciptanya hidup bersih dan sehat, baik perorangan maupun
kelompok, yang pada gilirannya akan meningkatkan derajat, harkat dan martabat
manusia di hadirat Allah SWT. Selain
itu, dapat membentuk akhlak yang mulia karena menaati aturan-aturan yang
berlaku, termasuk di dalamnya adab buang air.
DAFTAR PUSTAKA
AF, Hasanuddin. Fiqih II. Jakarta: Ditjen
Binbaga Islam.1996.
Rasjid,
Sulaiman. Fiqh Islam (Hukum Fiqh Islam). Bandung: Sinar Baru Algensindo.
1994.
This comment has been removed by the author.
ReplyDeleteThis comment has been removed by the author.
ReplyDeletemas bakri .. ketika shlat dalam pakaian sesorang masih terdapat bekas najis , sah kah sholat tersebut?
ReplyDeleteSalah satu syarat sah sholat ; Menghilangkan najis dari badan, pakaian dan tempat sholat
Delete