Saturday, November 24, 2012

MAKALAH FILSAFAT

ALIRAN PROGRESIVISME

BAB I
PENDAHULUAN

Sebagai hasil dari pemikiran para filosuf, filsafat telah melahirkan berbagai macam pandangan dan aliran yang berbeda-beda.  Pandangan-pandangan filosuf itu ada kalanya saling menguatkan dan ada juga yang saling berlawanan.  Hal ini antara lain disebabkan oleh pendekatan yang mereka pakai juga berbeda-beda walaupun untuk objek dan masalah yang sama.  Karena perbedaan dalam pendekatan itu, maka kesimpulan yang di dapat juga akan berbeda.  Perbedaan pandangan filsafat tersebut juga terjadi dalam pemikiran filsafat pendidikan, sehingga muncul aliran-aliran filsafat pendidikan.
Dengan kata lain, teori-teori dan pandangan-pandangan filsafat pendidikan yang dikembangkan oleh seseorang filosuf, tentu berdasarkan dan bercorak serta diwarnai oleh pandangan dan aliran filsafat yang dianutnya.
Di dalam makalah ini akan membahas salah satu dari aliran dalam filsafat pendidikan, yaitu aliran progresivisme.




BAB II
PEMBAHASAN

A.      Aliran Progresivisme
Progresivisme adalah gerakan pendidikan yang mengutamakan penyelenggaraan pendidikan disekolah berpusat pada anak (child centered), sebagai reaksi terhadap pelaksanaan pendidikan yang berpusat pada guru (teacher-centered) atau bahan pelajaran (subject-centered).[1]

Aliran progresivisme adalah suatu aliran filsafat pendidikan yang sangat berpengaruh dalam abad ke 20 ini.  Pengaruh itu terasa di seluruh dunia, terlebih-lebih di Amerika Serikat.  Usaha pembaharuan di dalam lapangan pendidikan pada umumnya terdorong oleh aliran progresivisme ini.[2]
Biasanya aliran progresivisme ini dihubungkan dengan pandangan hidup liberal “The liberal road to culture”.  Maksudnya adalah pandangan hidup yang mempunyai sifat-sifat sebagai berikut: fleksibel (tidak kaku, tidak menolak perubahan, tidak terikat oleh suatu doktrin tertentu), curious (ingin mengetahui, ingin menyelidiki), toleran dan open-minded ( mempunyai hati terbuka).[3]

B.       Sifat-sifat Aliran Progresivisme
Sifat-sifat umum aliran progresivisme dapat diklasifikasikan dalam dua kelompok:[4]
1.         Sifat-sifat negatif
Sifat itu dikatakan negative dalam arti bahwa, progresivisme menolak otoritarisme dan absolutism dalam segala bentuk, seperti misalnya terdapat dalam agama, politik, etika, dan epistemologi.
2.         Sifat-sifat positif
Positif dalam arti, bahwa progresivisme menaruh kepercayaan terhadap kekuatan alamiah dari manusia, kekuatan-kekuatan yang diwarisi oleh manusia dari alam sejak ia lahir “man’s natural powers”. Terutama yang dimaksud ialah kekuatan-kekuatan manusia untuk terus menerus melawan dan mengatasi kekuatan-kekuatan, takhayul-takhayul dan kegawatan-kegawatan yang timbul dari lingkungan hidup yang selamanya mengancam.

C.      Sejarah Perkembangan Aliran Progresivisme
Dalam ruang politik, gerakan-gerakan progresivisme ini di antaranya dipelopori dua tokoh, yaitu Robert La Follete dan Woodrow Wilson yang sepanjang waktu keduanya terus melakukan upaya-upaya pleasure pada kekuasaan-kekuasaan politik yang dipandang kontraproduktif dengan kepentingan-kepentingan masyarakat umum.  Sementara, di sisi  yang lain, gerakan ini berupaya pula menghilangkan monopoli-monopoli ekonomi, termasuk berbagai pengupayaan pada hunian-hunian masyarakat pinggiran.  Dari itulah awal mula istilah lahirnya progresivisme.  Dalam perkembangannya, istilah ini kemudian digunakan pula dalam ruang pendidikan untuk menyebut aliran pendidikan yang mencoba mengkritisi pendidikan tradisional.[5]
Progresivisme lahir sebagai pembaharuan dalam dunia (filsafat) pendidikan, terutama sebagai lawan terhadap kebijaksanaan-kebijaksanaan konvensional yang diwarisi dari abad kesembilan belas.[6]
Pengaruh intelektual utama yang melandasi pendidikan progresif adalah John Dewey, Sigmund Freud, dan Jean Jacques Rousseau.  Dewey menjadikan sumbangan pemikirannya sebagai seorang fisuf aliran pragmatik yang menuliskan banyak hal tentang landasan-landasan filosofis pendidikan dan berupaya menguji keabsahan gagasan-gagasannya dalam laboratorium sekolahnya di Universitas Chicago.  Pengaruh kedua adalah teori psikoanalisis Freud.  Teori Freudian menyokong banyak kalangan progresif dalam mencuatkan suatu kebebasan yang lebih bagi ekspresi diri di antara anak-anak dan suatu lingkungan pembelajaran yang lebih terbuka di mana anak-anak dapat melepaskan energi dorongan-dorongan instingtif mereka dalam cara-cara yang kreatif.  Pengaruh ketiga adalah karya Emile (1762) Rousseau.  Karya ini secara khusus menarik hati kalangan progresif yang menentang terhadap adanya campur tangan orang-orang dewasa dalam menetapkan tujuan-tujuan pembelajaran atau kurikulum subjek didik.[7]

D.      Pendidikan Progresivisme
1.         Tujuan Pendidikan
Filsafat progresivisme bermaksud menjadikan anak didik yang mempunyai kualitas dan terus maju (progress) sebagai generasi yang akan menjawab tantangan zaman peradaban baru.[8]

2.         Asas Belajar
Asas progresivisme dalam belajar bertitik tolak dari asumsi bahwa anak didik bukan manusia kecil, tetapi manusia seutuhnya yang mempunyai potensi untuk berkembang, setiap anak didik bebeda kemampuannya, individu atau anak didik adalah insane yang aktif kreatif dan dinamis dan anak didik punya motivasi untuk memenuhi.[9]

3.         Kurikulum
Filsafat progresivisme menghendaki sekolah memiliki kurikulum di mana bersifat pleksibilitas (tidak kaku, tidak menolak  perubahan, tidak terikat oleh doktrin tertentu), luas dan terbuka.  Jadi kurikulum itu bisa diubah dan dibentuk sesuai dengan zamannya.  Kurikulum di pusatkan pada pengalaman atau kurikulum eksperimental di dasarkan atas manusia dalam hidupnya selalu berinteraksi di dalam lingkungan yang komplek.[10]

4.         Metode Pendidikan
Metode pendidikan yang biasanya dipergunakan oleh aliran progresivisme diantaranya adalah: (1) Metode Pendidikan Aktif, pendidikan progresif lebih berupaya penyediaan lingkungan dan fasilitas yang memungkinkan berlangsungnya proses belajar secara bebas pada setiap anak untuk mengembangkan bakat dan minatnya; (2) Metode Memonitor Kegiatan Belajar, mengikuti proses kegiatan anak belajar sendiri, sambil memberikan bantuan-bantuan apabila diperlukan yang sifatnya memperlancar berlangsung kegiatan belajar tersebut; (3) Metode Penelitian Ilmiah, pendidikan progresif merintis digunakannya metode penelitian ilmiah yang tertuju pada penyusunan konsep; (4) Pemerintahan Pelajar, pendidikan progresif memperkenalkan pemerintahan pelajar dalam kehidupan sekolah dalam rangka demokratisasi dalam kehidupan sekolah; (5) Kerjasama Sekolah dengan Keluarga, pendidikan progresif mengupayakan adanya kerjasama antara sekolah dengan keluarga dalam rangka menciptakan kesempatan yang seluas-luasnya bagi anak untuk mengekspresikan secara alamiah semua minat dan kegiatan yang diperlukan anak; (6) Sekolah sebagai Laboratorium Pembaharuan Pendidikan, sekolah tidak hanya tempat untuk belajar, tetapi berperan pula sebagai laboratorium dan pengembangan gagasan baru pendidikan.[11]

5.         Pelajar
Kaum progresif menganggap subjek-subjek didik adalah aktif, bukan pasif, sekolah adalah sebuah dunia kecil (miniatur) masyarakat besar, aktivitas ruang kelas difokuskan pada pemecahan masalah, serta atmosfer di sekolah diarahkan pada situasi yang kooperatif dan demokratis.  [12]
Hal yang harus diperhatikan guru adalah “anak didik bukan manusia dewasa yang kecil” yang dapat diperlakukan sebagaimana layaknya orang dewasa.  Pertolongan pendidikan dilaksanakan selangkah demi selangkah (step by step) sesuai dengan tingkat dan perkembangan psikologis anak.[13]

6.         Pengajar
Guru dalam melakukan tugasnya mempunyai peranan sebagai penasihat, pembimbing, dan pemandu.  Peran guru dapat dilihat sebagai peran membantu subjek didik belajar bagaimana belajar mandiri sehingga ia akan menjadi sosok orang dewasa yang mandiri dalam lingkungan yang berubah.[14]
Para pendidik aliran ini sangat menentang praktik sekolah tradisional, khususnya dalam lima hal: (1) guru yang otoriter, (2) terlampau mengandalkan metode berbasis buku teks, (3) pembelajaran pasif dengan mengingat fakta, (4) filsafat empat tembok, yakni terisolasinya pendidikan dari kehidupan nyata, dan (5) penggunaan rasa takut atau hukuman badan sebagai alat untuk menanamkan disiplin pada siswa.[15]




BAB III
PENUTUP

Simpulan
1.        Progresivisme adalah gerakan pendidikan yang mengutamakan penyelenggaraan pendidikan disekolah berpusat pada anak (child centered), sebagai reaksi terhadap pelaksanaan pendidikan yang berpusat pada guru (teacher-centered) atau bahan pelajaran (subject-centered).  Progresivisme bermaksud menjadikan anak didik yang mempunyai kualitas dan terus maju (progress) sebagai generasi yang akan menjawab tantangan zaman peradaban baru.
2.        Aliran progresivisme adalah suatu aliran filsafat pendidikan yang sangat berpengaruh dalam abad ke 20.  Progresivisme lahir sebagai pembaharuan dalam dunia (filsafat) pendidikan, terutama sebagai lawan terhadap kebijaksanaan-kebijaksanaan konvensional yang diwarisi dari abad kesembilan belas.  Tokoh-tokoh progresivisme diantaranya adalah John Dewey, Sigmund Freud, dan Jean Jacques Rousseau.
3.        Progresivisme menghendaki sekolah memiliki kurikulum di mana bersifat pleksibilitas (tidak kaku, tidak menolak  perubahan, tidak terikat oleh doktrin tertentu), luas dan terbuka.  Metode pendidikan yang biasa mereka pergunakan diantaranya adalah metode pendidikan aktif, metode memonitor kegiatan belajar, metode penelitian ilmiah, pemerintahan pelajar, kerjasama sekolah dengan keluarga, sekolah sebagai laboratorium pembaharuan.  Mereka menganut prinsip pendidikan berpusat pada anak (child-centered).  Guru dalam melakukan tugasnya mempunyai peranan sebagai penasihat, pembimbing, dan pemandu.



DAFTAR PUSTAKA


Alwasilah, Chaedar. Filsafat Bahasa dan Pendidikan, Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset. 2010
As Said, Muhammad. Filsafat Pendidikan Islam. Barabai: Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Al-Washliyah. 2009
Gandhi HW, Teguh Wangsa. Filsafat Pendidikan: Mazhab-Mazhab Filsafat Pendidikan. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media. 2011
Jalaluddin dan Abdullah Idi. Filsafat Pendidikan. Jakarta: Gaya Media Pratama. 1997
Knight, George R. Filsafat Pendidikan, Yogyakarta: Gama Media, 2007
Zuhairini.  Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara. 2008
http://kangwansetiawan.blogspot.com/2011/07/aliran-pragmatisme-dan-progresivisme.html





[1] http://kangwansetiawan.blogspot.com/2011/07/aliran-pragmatisme-dan-progresivisme.html
[2] Zuhairini. Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), hlm. 20
[3] Ibid., hlm. 20
[4] Ibid., hlm. 21
[5] Teguh Wangsa Gandhi HW, Filsafat Pendidikan: Mazhab-Mazhab Filsafat Pendidikan, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2011), hlm. 152-153
[6] Muhammad As Said, Filsafat Pendidikan Islam, (Barabai: Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Al-Washliyah, 2009), hlm. 87
[7] George R. Knight, Filsafat Pendidikan, (Yogyakarta: Gama Media, 2007), hlm. 146
[8] Jalaluddin, Abdullah Idi, Filsafat Pendidikan. Jakarta: Gaya Media Pratama,1997), hlm. 74-75
[9] Jalaluddin, Abdullah Idi., op. cit., hlm. 77
[10] Ibid., hlm. 78-79
[11] http://kangwansetiawan.blogspot.com/2011/07/aliran-pragmatisme-dan-progresivisme.html
[12] George R. Knight., op.cit., hlm. 150-155
[13] Jalaluddin, Abdullah Idi., op. cit., hlm. 76
[14] George R. Knight., op.cit., hlm. 151-152
[15] Chaedar Alwasilah, Filsafat Bahasa dan Pendidikan, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset, 2010), hlm. 105

No comments:

Post a Comment